Judul Buku : Labirin Rasa
Pengarang : Eka Situmorang-Sir
Penerbit : Wahyu Media
Tahun : 2013
Jumlah Halaman : 394
Sinopsis:
Siapa bilang rasa tak dapat bertualang? Aku melakukannya. Melakukan petualangan di labirin rasa. Ya, untuk ‘merasakan’ hati dari Pangeran Fajar-ku. Aku berharap Pangeran Fajar-ku akan datang seperti fajar. Menyinari hidupku dengan banyak hal tak terduga. Menumbuhkan jiwaku dan melepaskan dahagaku yang haus akan rasa. Rasa cinta.
Di atas bukit, aku yakin rasa ini memilih dia sebagai Pangeran Fajar-ku. Rasa luar biasa cinta yang terhujam hingga ke hatiku yang terdalam. Tapi apa, ternyata dia yang menghujam rasa luar biasa sakit juga di hatiku. Aku jadi ragu, apakah benar ia Pangeran Fajar-ku?
Terbesit pesan Eyang Kakung di pikiranku. “Kayla, cinta itu membahagiakan. Namun, jika ia sudah mulai jadi beban, lepaskan jika harus melepaskan. Beri waktu. Beri ruang untuk cinta dapat bertumbuh alami hingga ia bisa mengambil keputusan. Karena cinta tak boleh dipaksakan. Ia hinggap bebas di hati setiap orang tanpa bisa diatur.”
Baiklah. Ini saatnya aku harus melepas rasa.
Namun, apa aku dapat menemukan Pangeran Fajar-ku sesungguhnya? Hanya labirin rasa ini yang mampu menuntunku kepadanya.
Resensi:
Labirin Rasa, karya Eka Situmorang-Sir dengan tebal 394 halaman ini memuat sebuah cerita cinta yang unik, mengalir, dan penuh tawa. Kata labirin mungkin direpresentasikan dari banyaknya jumlah tokoh dalam novel tersebut sehingga membuat pembaca khususnya saya kesulitan menentukan tokoh utamanya sebelum mencermati dan membaca hingga akhir. Jadi dibutuhkan ketelitian biar tidak nyasar dan menemukan jalan keluar.
Saya mengenal penulis sebagai seorang blogger yang aktif dengan tulisan-tulisannya yang menarik terutama tentang travelling, dikenal dengan akunnya @ceritaeka membuat saya mudah mengingatnya. Dan sekarang penulis berhasil membuat saya terpesona dengan novel perdananya yang memadukan antara kisah romance dan travelling.
Dalam novel tersebut ada sosok Kayla Ayu Siringo-ringo. Seorang gadis keturunan Batak-Jawa terkenal sebagai cewek periang, cuek dan tingkat kepedeannya di atas rata-rata, baju berantakan, muka jerawatan, agak gendut, jomblo, hobi berpetualang, Keliling kampus nenteng kresek item yang berisi berbagai macam barangnya. Namun semua itu berubah bak proses metamorfosis dari ulat menjadi kupu-kupu cantik setelah Kayla bertemu dengan Ruben, lelaki yang ia kenal di kereta api saat perjalanan dari Jakarta ke Yogya, hatinya dipermainkan oleh kekuatan cintanya pada Ruben, walau pada akhirnya Kayla patah hati karena Ruben mengkhianati cintanya. Patah hati Kayla membuatnya harus pergi dari Yogyakarta. Dan berpetualang mulai dari Malang, Bali, Lombok, Makassar hingga ke Medan, tempat leluhurnya. Semuanya demi pencarian Pangeran Fajar sesuai dengan pesan yang ada dalam buku peninggalan kakeknya. Unsur budaya yang kuat di dalam novel ini membuat saya merasa penasaran, kemana lagi Kayla mengejar cinta dan pangeran fajar-nya.
Karakter Kayla sangat kuat dalam tiap untaian kata yang disampaikan penulis dan penulis sepertinya begitu larut dalam kisah labirin ini dan entah kenapa saya berfikir Kayla dalam novel ini adalah jelmaan dari penulis mulai dari penggambaran Kayla sebagai gadis pejabat (peranakan Jawa Batak), Bagian dimana Kayla pergi ke Medan untuk mencari akar leluhurnya hingga pada akhirnya dia bertemu dengan Patar dan memulai kisah baru dengannya.
Diawal cerita alur yang digunakan dalam novel ini adalah alur maju dengan laju yang sangat cepat bahkan kadang terkesan lompat-lompat sehingga membuat pembaca untuk segera menyelesaikan, apalagi ditambah dengan setting tempat yang no-maden walau bukan manusia purba. Namun penulis berhasil menggambarkan keindahan tempat berpetualangnya sebagai Kayla dan berhasil memadukan keindahan itu dengan suasana yang dirasakan Kayla. Dengan setting cerita yang membidik banyak tempat seperti labirin ini mungkin tidak mudah menggambarkan secara leluasa memeparkan keindahan tempat yang dikunjunginya.
Gaya bahasa yang digunakan merupakan gaya bahasa yang menjadi kelebihan dan kekuatan untuk novel labirin ini, pemaparan dilakukan secara deskriptif, ini terlihat pada deskripsi objek-objek wisata di tanah air yang menjadi tempat persinggahan Kayla mulai dari Yogyakarta hingga Medan yang cukup detail, sesuai dengan hobi penulis yang penyuka travelling. Penuturan yang ringan dan lincah serta diselingi humor membuat novel ini cukup menghibur. Serta pemilihan kata-kata romantis seperti penyair yang sedang mengasah sajaknya cukup membuat saya terpukau. Applause untuk mbak Eka… !!
Ketika cinta hadir dan dekat padamu, nikmatilah. Ungkapkan rasa yang ada. Namun ketika cinta tersebut menjadi sebuah labirin, pilihannya adalah dekap atau lepaskan gejolaknya.
Namun tak ada gading yang tak retak, dibalik kelebihan dan pemaran rangkaian kata saya mendapati banyak sekali typo yang bertebaran mulai dari awal halaman hingga akhir, seperti ketidak konsistenan penyebutan istilah kata pengganti dan juga kesalahan peran mungkin yang seharusnya Ruben di tulis Patar begitu pula sebaliknya. Namun jangan berkecil hati ya mbak Eka….!!! Ini hanya koreksi.
But Overallnovel labirin rasa ini recommended untuk di koleksi dan dibaca serta diresapi isinya terutama untuk para musyafir cinta, banyak hal yang sangat menarik dengan ide ceritanya yang fresh, penulis menganalogikan cinta ibarat labirin rasa. Semakin kamu ingin keluar, semakin jauh kamu bisa tersesat.
Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Book Review Labirin Rasa. Jumlah kata 590 words untuk Resensi.
sudah lama sekali saya gak baca novel, sudah lupa rasanya :d
Hehehe.. ini saya juga karena lagi nganggur om makanya sering baca-baca
Membaca kata musyafir cinta, jadi ingat novel layla-majnun. Semoga menang y mbak
aku juga pernah baca tuh novel… bikin mewek
Ya, pas baca referensi ini aku juga setuju kalau ceritanya tentang si Eka itu.
hehe… kayaknya emang gitu bang