Kebebasan berekspresi dan kebebasan informasi di negara-negara anggota ASEAN tidak sama. Beberapa negara, termasuk Indonesia, bebas atau longgar dalam hal kebebasan pers dan kebebasan berekspresi bagi para blogger, yang sekarang ini menjadi salah satu alternatif dalam penyebaran informasi atau jurnalis warga. Tetapi ada juga negara yang mengekang kebebasan berekspresi warga negaranya, dan ada negara yang memenjarakan blogger jika tulisannya menentang pemerintahan negaranya.
Bagaimana dengan Filipina? Apakah Filipina termasuk negara yang longgar dalam kebebasan berekspresi dan informasi bagi para warganegaranya, termasuk blogger atau jurnalis warga?
Membaca prolog tentang tema #10daysforASEAN hari ke-8 ini mengingatkan saya pada Negara Myanmar yang dengan ketat mengekang warga negaranya untuk berekspresi dan memberikan informasi, Pemerintah Myanmar baru pada Agustus 2012 menghapus peraturan sensor sebelum dilakukan publikasi untuk semua media, kecuali film. Sebelumnya, sejak tahun 1964 warga Myanmar terbiasa dengan sensor untuk semua media, mulai dari isi surat kabar dan buku sampai ke sajak, lirik lagu, dan karya fiksi, termasuk dongeng. Sampai tahun lalu, pers Myanmar bahkan tak boleh memuat laporan ataupun foto tentang tokoh oposisi Aung San Suu Kyi, jika ada yang melanggar maka penjara akan menjadi tempat bagi mereka. Beruntunglah kita hidup di Negara yang aman untuk berekspresi ini sehingga kita dapat saling membagi informasi kepada khalayak tanpa adanya kekangan tapi tentunya jangan terlalu fanatikisme karena ini nantinya akan menjadi hal yang saru.
Wacana dan gerakan untuk kebebasan berekspresi dan akses informasi publik jamaknya berbentukan dengan perilaku koruptif dan status quo rezim yang sedang berkuasa. Di tingkat ASEAN, gejala dan praktek impunitas makin menjadi ‘musuh utama”, memerlukan revolusi kaum reformis. Aparat penegak hukum harus menjadi sorotan utama dalam setiap proses litigasi kasus. Untuk Indonesia, kasus Prita Mulyasari seperti disinggung diatas adalah kuncinya.
Pada kali ini fokus tulisan ini bukanlah pada Myanmar ataupun Indonesia tapi pada Filipina. Filipina merupakan Negara yang sangat rendah tingkat kebebasan berekspresi dan kebebasan informasinya serta sangat mengontrol dengan ketat dunia pers nya dibanding dengan Negara-negara lain di ASEAN. Bahkan ada salah satu referensi yang menuliskan dengan tegas “Filipina Negara Paling Mematikan di Dunia Bagi Pers” dalam tulisan tersebut menyebutkan bahwa ada 73 wartawan Filipina tewas dalam koneksi langsung ke pekerjaan mereka sejak 1992, dan menjadikan Filipina sebagai negara paling mematikan kedua di dunia bagi pers. Setidaknya 55 pembunuhan wartawan dalam dekade terakhir telah terselesaikan. Menghadapi awal Agustus kemarin, dalam waktu 48 jam, tiga wartawan dibunuh di Filipina. Fotografer Mario ditembak mati di depan istri dan anak perempuannya di rumahnya di kota General Santos.
Selain kasus diatas sebenarnya pada tahun 2012 di Filipina telah tercipta Cybercrime Prevention Act 2012. Cybercrime Prevention Act 2012 adalah sebuah Undang-undang yang dimaksudkan untuk menangani aksi pornografi di dunia maya, terutama melindungi kegiatan eksploitasi seksual kepada anak dibawah umur. Selain itu juga meredam pencurian identitas dan kegiatan spamming, dikatakan oleh pejabat terkait. Tapi undang-undang ini juga bisa digunakan untuk menindak pencemaran nama baik atau kata-kata yang dianggap menyerang seseorang di dunia maya, dan mampu diganjar hingga 12 tahun penjara atau denda. Bahkan disana juga disebutkan bahwa seseorang dapat dinyatakan bersalah karena komentar memfitnah di dunia maya, termasuk komentar yang dibuat pada jaringan sosial seperti Facebook dan Twitter atau blog, bisa didenda atau dipenjara.
Hohoho… lagi-lagi penjara dijadikan sebagai pilihan….
Karena kasus diatas Pengawas HAM yang berbasis di Amerika Serikat mengatakan bahwa hukum yang dicanangkan pemerintah Filipina akan membahayakan kebebasan berbicara dan diserukan pada pemerintah di negara-negara Asia Tenggara untuk memastikan bahwa Deklarasi HAM ASEAN harus eksplisit dan tegas melindungi hak atas kebebasan berekspresi dan kebebasan informasi sesuai dengan standar hukum internasional dan HAM. Pemerintah ASEAN harus mengeluarkan pernyataan bersama untuk mengucapkan komitmen mereka untuk menegakkan kebebasan di internet, Sehingga pada akhirnya mereka juga mengkahwatirkan meningkatnya jumlah hukum dan kebijakan di Asia Tenggara yang berdampak negatif terhadap kebebasan berekspresi di Internet. Saat ini beberapa negara ASEAN sudah memiliki kebijakan hukum yang mengatur perilaku di dunia maya jika di Filipina UU Tahun 2012 Privasi Data.
Dari kasus diatas sudah sangat jelas bahwa kebebasan berekspresi dan informasi bagi warga Negara Filipina sangat terbatas, mereka tidak dapat dengan bebas mengutarakan ekspresinya baik di dunia nyata maupun didunia maya. Kalau saya menelaah mungkin Negara Filipina tidak ingin ada informasi negative tentang negaranya sehingga cendrung adanya system dictator pada mereka yang sedikit menyinggung secara negative pada Negara tersebut maupun warga Negara yang kritis.
Beruntunglah kita hidup di Indonesia yang memiliki kebebasan tentang semua itu, sehingga kita dapat menulis apa saja dengan bebas dan juga mengutarakan semua ekspresi kita tanpa memikirkan resiko besar yang akan dihadapi asalkan penyampaiannya dilakukan secara benar dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar tentunya.
Sedikit pesan untuk teman-teman blogger dan teman-teman pers di Filipina tetaplah menulis, tetaplah berkarya walaupun dunia kalian dibatasi, perkenalkan pada dunia tentang keindahan Negara Filipina.
Banyak harapan untuk ASEAN 2015 semoga dengan terbentuknya ASEAN 2015 dapat mengubah peraturan tentang kebebasan pers di ASEAN khususnya di Filipina, karena dengan kebebasan berekspresi dan informasi di Negara-negara ASEAN dapat membantu mewujudkan terciptanya 3 pilar wawasan komunitas ASEAN 2015.
Sumber:
- http://www.sayangi.com/internasional1/read/3696/filipina-negara-paling-mematikan-di-dunia-bagi-pers
- http://infolengkapterbaru.blogspot.com/2012/10/filipina-uu-cyber-baru-salah.html
- http://ictwatch.com/internetsehat/2012/07/31/kebebasan-berekspresi-online-negara-asean-mengkhawatirkan/